Jalan Cinta Para Pejuang (Salim A. Fillah) |
Pada
kesempatan kali ini saya akan membahas tentang pria uberseksual dan
metroseksual. Saya mendapat informasi ini ketika saya membaca buku karangan
Salim A. Fillah yang berjudul “Jalan Cinta Para Pejuang”. Pada tulisan ini saya
akan mengambil tulisan dari beliau dan membuatnya dengan versi saya sendiri tanpa mengurangi maksud dan makna dari tulisan beliau.
Sebelum
saya membahas lebih jauh tentang pria metroseksual dan uberseksual. Saya
tertarik ketika penulis menjelaskan tentang sejarah di dekade 90-an yang
mengatakan dalam buku The Metrosexual
Guide to Style oleh penulis Michael Flocker bahwa istilah untuk pria
metroseksual merupakan sebuah pria yang revolusioner. Hal ini dikarenakan dimasa
itu pria revolusioner identik dengan perawakan kulit, kuku, rambut dan
ketertarikan secara berlebihan terhadap mode fashion sehingga hal yang melekat
dalam diri seorang laki-laki ialah seorang homoseksualitas.
Namun
demi mengubah persepsi buruk yang melekat pada pria metroseksual yang identik
dengan gay, para pemilik modal usaha mulai melakukan revolusioner. Salah satu
contoh yang diangkat oleh penulis ialah ketika penulis membeberkan sebuah peristiwa
yang terjadi ditahun 2003 di Tokyo
Beauty Center ketika salah seorang pria duduk bersama istrinya dihadapan
sorotan kamera. Mereka berdua sedang menjajakan sebuah produk perawatan wajah. Namun
dalam wawancara kedua orang tersebut, yang menjadi sorotan publik ialah seorang
pria tersebut dan dia adalah David Bechkam.
Ya, David Beckham merupakan salah satu tren mode untuk pria metroseksual. Penampilannya dari ujung rambut sampai ujung kaki bahkan kendaraanya pun
dijadikan sebagai mode. Dia tidak hanya sebagai pemain bola dengan
talenta yang luar biasa ketika menendang dan menggiring si kulit bundar namun
dia juga sebagai ikon dari pria metroseksual. Hal inilah mendasari berubahnya
paradigma yang berkembang ditahun 90-an bahwa pria metroseksual identik dengan
gay. David Bechkam jauh dari kata pria pedandan bahkan homo, dia memiliki
seorang istri dan sangat bertanggung jawab terhadap keluarganya bahkan dia juga
seorang pemain sepakbola profesional yang identik dengan permainan laki-laki.
Berdasarkan perubahan paradigma, semakin
banyaknya perilaku pria yang mengutamakan penampilan mereka. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh hasil riset Euro RSCG
tahun 2004 yang mengatakan bahwa 89
persen pria di Amerika dan Inggris mengutamakan penampilan. Dan ketika ditanya
lebih jauh alasannya ialah agar mereka bisa tampil seimbang dengan wanita yang
mulai memasuki dunia kerja dengan penampilan yang terkesan menawan dari segi
penampilan .
Penulis
mengatakan bahwa tren pria metroseksual insya allah bakalan ditinggalkan apalagi
salah satu motif tertentu yang cepat terkuak ialah ketika pria ini mencoba mendekati
seorang wanita. Sebuah penelitian yang
dikaji oleh penulis dalam buku yang berjudul “The Future of Men” yang ditulis
oleh Ira Matathia dan Ann O’Relly mengatakan bahwa pria masa depan ialah pria
uberseksual. Pria uberseksual menekankan
pada keunggulan secara kualitatif dimana
menurut Salzman memiliki aspek maskulinitas seperti kepercayaan diri ,
kepemimpinan dan kepedulian terhadap sesama.
Pria uberseksual sangat peduli dengan nilai dan prinsip hidup dimana
pria ini lebih memilih untuk memperkaya ilmu dan wawasannya disela-sela waktu
kosong yang ia miliki.
Salah
satu contoh yang diangkat penulis sosok pria uberseksual ialah Sir Paul
Hewson alias Bono, vokalis band U2. Bono menghabiskan waktunya untuk
memerangi kemiskinan dan kelaparan di Afrika walaupun dia memiliki kesibukan
yang padat yang mengharuskannya konser dari panggung ke panggung. Bahkan ia tidak lupa memkampanyekan
perdamaian dunia. Namun terlepas dari niatan Bono melakukkanya ataupun semua
pria uberseksual lainnya . Dunia membutuhkan pria uberseksual , pria yang menghabiskan banyak waktunya mencermati perkembangan mutakhir,
mengikuti berbagai pelatihan, menganalisis berbagai peristiwa dan membaca buku bahkan dunia sangat
berharap pada pria masa depan yang memiliki perhatian besar terhadap lingkungannya dan kemajuan
umat daripada pria yang banyak menghabiskan waktu untuk melakukan
perawatan terhadap dirinya sendiri mulai
dari segi pakaian hingga ke perawatan dirinya ke salon untuk memperoleh sebuah
ketampanan yang dapat menjual walaupun menghabiskan banyak modal untuk itu
semua.
Penulis
dalam buku ini mengatakan bahwa pria uberseksual memiliki catatan walaupun tidak menarik
secara penampilan namun mereka tetap menarik secara alami sehingga tampil
dengan pakaian apapun tetap pantas dan tampak elegan untuk dipandang. Ketika dia
berbicara semua orang mendengarkan, dan ketika dia diam semua orang menunggu
apa yang ingin dikatakannya. Penulis mengatakan bahwa kemungkinan besar tentang
pengaruh pria uberseksual pada masa depan ialah karena pria metroseksual
meletakkan harga dirinya bukan pada penampilan dirinya tetapi kepada otak yang
cerdas, ide-ide yang cemerlang, antusialisme dan kepedulian yang tinggi
terhadap sesama. Secara psikologis, pria metroseksual adalah gelas kosong yang
dipoles sedangankan pria uberseksual ialah gelas yang penuh minuman manis. Sehingga menurut penulis akan nampak gejala
kecil diantara keduanya bahwa pria metroseksual akan selalu mencoba menarik
perhatian para wanita sedangkan pria uberseksual sangat menghormati wanita , tapi hebatnya
mereka lebih memilih pria sebagai sahabat-sahabatnya. Intinya bahwa pria
metroseksual setia pada dirinya sedangkan pria uberseksual setia pada
prinsipnya.
No comments:
Post a Comment