Wednesday, November 14, 2018

Gempa, Tsunami, dan Likuifaksi Mengguncang Kami

Jumat sore sebelum matahari kembali ke peraduannya, kami warga kota Palu beraktifitas seperti biasa tanpa khawatir adanya sesuatu yang akan membuat kami mengenang sesuatu peristiwa. Para Pemerintah kota Palu mempersiapkan  diri untuk acara pembukaan festival Palu Nomoni yang akan dilaksanakan pada tanggal 28 September 2018 di anjungan penggaraman talise dimana sepanjang anjungan pantai semua warga sangat antusias mengikuti acara festival. Acara ini di satus sisi bisa menjadi ajang pembuktian bahwa Kota Palu itu sangatlah indah dengan ragam budayanya dan adat istiadatnya dan bagi masyarakat sebagai hiburan gratis yang diberikan pemerintah kota Palu sehingga banyak warga yang dari sore hari sudah berkumpul di pinggiran pantai untuk menikmati jajanan-jajanan dan cafe-cafe yang senantiasa memanjakan lidah kami masyarakat kota Palu. Selain itu, warga yang tidak mengikuti kegiatan festival ini tetap beraktifitas seperti biasa, aktifitas yang sama dan mungkin berulang dengan penuh sukacita.

Gempa Bumi di PASIGALA
Namun, kebahagiaan dan antusias kami warga kota Palu berubah menjadi sebuah teriakan takbir, ketakutan, dan kesedihan ketika gempa 7,4 SR mengguncang tanah kelahiran sekitar pukul 18.00. Saat terjadi gempa semua oranh berlarian keluar rumah dengan penuh ketakutan meskipun ada beberapa kerabat kami tidak sempat melarikan diri dan meninggal akibat tertimbun reruntuhan rumah.  Kami yang berhasil keluar rumah dipenuhi dengan rasa mencekam yang sangat luar biasa. Namun, bagi kami warga kota Palu yang berada dipinggir pantai, rasa  mencekam dan ketakutan akibat gempa bukanlah akhir dari ketakutan mereka.  Karena beberapa menit kemudian mereka melihat air laut di teluk palu yang sebelumnya begitu tenang menjadi sesuatu yang sangat ganas dan tak pernah di lihat sebelumnya. Air itu berubah menjadi tembok yang sangat tinggi dan bergerak menuju warga kota Palu yang sedang menikmati indahnya jumat sore dipinggiran pantai atau biasa kami menyebutnya anjungan talis. Mereka yang belum sempat menenangkan diri akibat gempa berlarian menjauh dari pinggir pantai, banyak yang terpisah dari sanak keluarga saat mencoba melarikan diri dari amukkan air laut yang bergerak mendekat. Berbagai macam teriakkan membahana di senja itu “Tsunami”,”air laut naik” itulah yang membuat sebuah kehebohan yang luar biasa bagi kami. Selain itu, warga yang berada jauh dari pinggir pantai masih terus merasakan ketakutan yang mencekam karena gempa-gempa susulan terus mengguncang tanah kaili sehingga rasa takut semakin mendekam kami. 


Likuifaksi Di PASIGALA
Namun, bagi warga yang berada di daerah Balaroa, Petobo, dana Jonooge gempa bukanlah akhir bagi mereka karena tanah-tanah pada terbelah sehingga banyak warga yang tertimpun tanah saat berusaha melarikan diri dan musibah likuifaksi yang membuat struktur tanah yang semulanya padat menjadi seperti lumpur dan membuat warga melarikan diri untuk menyelamatkan diri likuifaksi.  


Ahhh, musibah yang sangat luar biasa bagi kami warga kota Palu, Sigi, dan Donggala. 3 kejadian dalam satu waktu, Gempa Bumi, Tsunami, dan Likuifaksi. Tiga kejadian yang datang seketika membuat kami warga kota Palu banyak kehilangan sanak saudara, teman dan bahkan keluarga kami. Sekitar 2000-an warga kota Palu wafat dalam peristiwa ini dan diperkirakan ada 1000 an lebih belum ditemukan jasadnya.
Kami warga kota Palu dipenuhi rasa trauma yang sangatluar biasa akibat musibah ini. 


Namun kami yakin, kami bisa bangkit, kami bisa kuat dan kami akan membentuk kota Palu yang lebih hebat dari sebelumnya.

Berikut ini kepanikan yang terjadi saat gempa, tsunami dan likuifaksi:



No comments:

Post a Comment